Menjadi orangtua adalah pilihan. Sebelum
memastikan diri untuk memilih menjadi orangtua, sebaiknya calon-calon orangtua
ini memahami hal-hal apa saja yang akan menjadi tanggung jawabnya. Terutama
adalah tanggungjawab dalam mengasuh anak dari kecil hingga seorang anak ini
siap untuk terjun dan bagian dari masyarakat dengan segala konsekuensi yang ada
dalamnya.
Setiap orangtua pasti berharap bahwa tumbuhkembang buah hatinya
selalu menunjukkan perubahan kearah yang positif. Namun faktanya belum semua
orangtua menyadari bahwa kualitas pribadi orangtua memiliki andil yang besar
dalam tumbuhkembang menjadi buah hati mereka, terlebih dalam membentuk perilaku
anak, sebagaimana yang diharapkan oleh lingkungan masyarakat. Orangtua kerap
menuntut putra-putri mereka untuk bisa berprestasi, berbakat dalam dunia seni,
berbudi pekerti baik, serta cantik baik luar maupun inner nya.Tuntutan-tuntutan tersebut kerap kurang diimbangi dengan
contoh kongkret atau tindakan nyata dari orangtua itu sendiri. Bahkan justru
sebagian besar dari orangtua akan menyerahkan apa yang seharusnya menjadi
tanggungjawabnya pada pihak sekolah.
Sebagian dari orangtua beranggapan bahwa
anak-anak hanya memerlukan hal yang berkaitan dengan materi. Hal ini membuat
mereka sibuk dengan aktifitas-aktifitas
yang berhubungan dengan financial sehingga kerap melupakan kewajiban mendidik
putra putrinya. Dalam teorinya Albert Bandura mengungkapkan bahwa orangtua
adalah modelling bagi anak-anaknya. Like
Mother Like Daugther atau lebih akrab dengan Buah Jatuh Tidak Jauh Dari
Pangkalnya Anak-anak akan mengobservasi, menyimpan apa yang telah diobservasi, re-call serta memunculkan kembali apa
yang pernah di observasi dari apapun yang ada pada orangtuanya dan
lingkungannya. Dalam hal ini orangtua seharusnya mengawal proses kedewasan
anak, hingga anak mampu memilih apa yang terbaik untuk dirinya sendiri. Langkah
ini bisa diambil dengan memilih pola asuh yang tepat. Berikut ini adalah
beberapa pola asuh yang sering kita jumpai dalam masyarakat, yaitu :
a.
Pola
Asuh Otoriter
Dalam pola asuh ini
semua keinginan orang tua harus dituruti dan dilakukan oleh anak tanpa
pengecualian. Sehingga anak tidak memiliki ruang untuk memberikan pendapat dan berakhir dengan mengikuti kemauan orang tua. Hal ini memunginkan
anak "Depresi".
b. Pola Asuh Temporizer
Temporizer ini merupakan pola asuh yang sangat tidak
konsisten. Dimana orang tua kurang memiliki pendirian. Contoh orang tua membatasi
jam malam anaknya pada pukul 21.00 WIB. Namun terkadang orang tuanya tidak
memarahi anaknya, ketika anaknya pulang melebihi jam tersebut, tapi diwaktu
yang lain orang tua marah besar kepada anaknya jika lewat pada waktunya. Hal ini
membuat anak bingung. Sebenarnya yang bolehnya seperti apa??? Akan muncul macam
tanya dalam diri anak.
c. Pola Asuh Appeasers
Appeasers ini merupakan pola asuh
dari orang tua yang sangat khawatir akan anaknya, takut menjadi yang tidak baik
pada anaknya (overprotective). Misal anak dilarang untuk melakukan apapun hanya
karena kekhawatiran orangtua saja.
d. Pola Asuh Permisif
pola asuh permisif cenderung selalu
memberikan kebebasan pada anak tanpa adanya kontrol sama sekali. Anak sedikit sekali dituntut untuk suatu
tangung jawab, tetapi mempunyai hak yang sama seperti orang dewasa. Anak diberi
kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri dan orang tua tidak banyak mengatur
anaknya.
e. Pola Asuh Demokratis
Pola asuh yang bersikap friendly dan anak bebas mengemukakan
pendapatnya. Disini akan terjadi komunikasi dua arah antara anak dan orang tua.
Baik itu mendengar keluhan dari anaknya,
mau memberikan masukan. Ketika anaknya diberi hukuman, orang tua menjelaskan
kenapa dia harus dihukum. Dalam pola asuh ini orangtua bisa saja berperan
sebagai sahabat dari anaknya.
Dari
beberapa uraian tentang pola asuh diatas bisa dilihat bahwa oragtua perlu
sekali untuk sekadar duduk bersama dengan putra putrinya sehingga mengetahui
apa dan bagaimana kondisi yang mereka alami. Apa yang mereka inginkan ataupun
sekadar hal-hal yang mereka lakukan diluar rumah. Dengan membiasakan hal kecil
seperti itu, tanpa kita sadari akan berdampak pada pribadi anak untuk lebih
asertif pada orangtua. Tidak hanya itu kita juga tetap memberikan control pada
anak kita, namun tetap diimbangi dengan kepercayaan kita pada anak sehingga mereka
merasa lebih dihargai. Ketika seorang anak mendapatkan penghargaan dari oangtua
sekalipun hanya berupa ucapan terimakasih atau pujian kecil lainnya akan
berdampak pada tumbuh kembang anak yang mereka wujudkan dengan menghargai orang disekitranya. Lebih jauh lagi adalah adanya contoh kongkret
terhadap setiap tindakan ataupun bisa juga memberikan gambaran-gambaran tentang
apapun yang menjadi pilihan anak. Kita tidak memberikan keharusan pada anak
untuk mengikuti pilihan kita tapi keputusan akhir akan tetap menjadi hak anak.
At
least jika kita semua berharap bahwa bangsa kita kedepan semakin baik, maka
terlebih dulu yang kita pikirkan adalah “Siapkah kita menjadi orangtua yang
baik pula ?”
Oleh
: Novita sari