Sunday, March 3, 2024

Implementasi Restitusi bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana

 

Anak adalah subjek hukum yang harus dilindungi hak-haknya. Salah satu hak anak yang menjadi korban tindak pidana adalah mendapatkan restitusi. Seperti yang tercantum dalam UU No. 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku atau pihak ketiga berdasarkan penetapan atau putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, atas kerugian materiil dan/atau imateriil yang diderita oleh korban atau hak warisnya.

Adapun mekanisme implementasinya menurut Undang-undang tersebut adalah pemberian restitusi tidak kemudian menghapuskan hukuman berupa pidana penjara, pidana denda, atau pidana lainnya menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, akan tetapi hakim wajib menetapkan besarnya restitusi terhadap pelaku tindak pidana sebagai bentuk pidana tambahan sesuai dengan ketentuan yaitu pidana atau kejahatan yang di ancam dengan pidana penjara miniaml 4 (empat) tahun atau lebih.

Tata cara permohonan restitusi seperti yang tertera dalam Perma No. 1 tahun 2022 harus memperhatikan persyaratan administratif permohonan yang diatur dalam pasal 5. Permohonan harus dibuat secara tertulis menggunakan bahasa indonesia dan diajukan kepada hakim yang menyidangkan perkara pidana dimana korban berada, dapat diajukan melalui LPSK, penyidik ataupun Jaksa Penuntut Umum, untuk besarnya jumlah restitusi melalui perhitungan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), kemudian berkas hasil perhitungan besaran restitusi tersebut diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk dimasukkan dalam berkas tuntutan JPU.

Berdasarkan pengalaman WCC Jombang dalam permohonan restitusi untuk korban tindak pidana mengalami tantangan, salah satunya yakni lama diproses perhitungan besaran nilai restitusi di tingkat LPSK. Pada tahun 2023, WCC Jombang mengajukan permohonan restitusi melalui LPSK untuk korban usia anak yang mengalami kekerasan seksual yang dilakukan oleh gurunya. Saat ini kasus tersebut sudah pada tahap persidangan dan JPU dalam berkas tuntutannya telah memasukkan restitusi sebagai pidana tambahan selain pidana kurungan penjara. Dalam berkasnya JPU menuntut pelaku dengan hukuman pidana penjara selama 10 tahun, denda 50.000.000 (Lima Puluh Juta Rupiah), Subsidair 6 (Enam) bulan penjara, restitusi sebesar 5.672.000 (Lima Juta Enam Ratus Tujuh Puluh Dua Rupiah).

Dalam UU No.12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual, diatur secara tegas dalam pasal 33 apabila terdakwa tidak melakukan kewajibannya untuk memberikan restitusi kepada korban atau ahli warisnya dalam jangka waktu 30 (Tiga Puluh) hari sejak salinan putusan atau penetapan pengadilan diterima, maka hakim memberikan surat peringatan secara tertulis kepada pemberi restitusi untuk segera memenuhi kewajiban memberikan restitusi kepada korban atau ahli warisnya dan memerintahkan jaksa untuk melelang sita jaminan restitusi sepanjang tidak dilakukan pembayaran dalam jangka waktu yang telah ditetapkan setelah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.