Sunday, November 25, 2012

Apakah Tuhan Berjenis Kelamin


Kenapa perempuan, dan selalu perempuan yang menjadi korban ketidak adilan selama ini? Menurut agama terlebih, padahal tuhan menciptakan mahluk dengan 2 jenis kelamin yakni laki-laki dan perempuan.
Realita yang terjadi selama ini seolah mengartikan bahwa tuhan berjenis kelamin laki-laki, banyak pembatasan untuk perempuan mulai dari bagaimana perempuan berpakaian, perempuan dalam berkreasi, perempuan menyuarakan hak nya, dan juga perempuan dalam menentukan pilihan. Semua itu dibatasi atas nama aurat perempuan, kenapa itu hanya untuk perempuan dan tidak berlaku kepada laki-laki?.
Meskipun di dalam al-Qur’an telah dijelaskan dalam (Q. S. Al-Hujurat ; 13) yang artinya sesungguhnya orang yang paling mulia dihadapan tuhan ialah orang yang paling bertakwa ”. Kemudian (Q. S. Al-Ahzab ; 35) di dalam ayat tersebut juga menegaskan kesetaraan, kedudukan hak, dan tanggung jawab manusia laki-laki dan perempuan dihadapan allah. Akan tetapi keberadaan ayat-ayat yang menjelaskan tentang kesetaraan tersebut seolah diplintir oleh para pemuka agama yang notabene adalah laki-laki, dengan mengaburkan keberadaan ayat-ayat tersebut. Dan kemudian muncul-lah pemaknaan yang hingga saat ini mendarah daging di masyarakat yakni pola relasi ”istri taat pada suami” dimana segala tindakan istri harus berdasarkan izin ataupun restu suami. Dengan asumsi agar istri (perempuan) mudah mendapatkan surga.
Dari pemahaman yang kerdil dan tanpa penjelasan yang konkret itulah kekerasan terhadap perempuan terus menerus terjadi, kemudian dibarengi dengan peraturan negara yang memposisikan perempuan dalam ranah domistik saja yakni ibu rumah tangga dimana secara ruang gerak tidak sebebas suami (laki-laki) sedangkan suami (laki-laki) sebagai pencari nafkah yang mana merupakan ranah publik sehingga ruang geraknya lebih luas. Hal itu terus menerus terjadi dengan asumsi tujuannya untuk memulyakan perempuan. Padahal didalam agama sebenarnya tidak seperti itu, memulyakan perempuan bukan berarti membatasi ruang gerak perempuan akan tetapi lebih menghargai hak-hak perempuan.
Maka dari itu jika budaya itu seperti itu terus menerus dipercaya dengan dalih agama, akan sangat disayangkan karena nasib perempuan hanya akan diposisikan sebagai koncowingkingking dan kekerasan terhadap perempuan akan terus terjadi, seakan tuhan itu berjenis kelamin laki-laki karena dalam kehidupan sehari-hari hanya perempuan yang dieksploitasi  haknya atas nama agama. Sedangkan laki-laki bisa melakukan apa saja tanpa ada pembatasan dari agama dan budaya. (Em/WCC Jombang)