Tuesday, May 20, 2014

Kasus Pelecehan Seksual Remaja

            Orangtua pasti memiliki harapan-harapan terhadap anak-anaknya. Sejak kanak-kanak berusaha memberikan yang terbaik, menginjak remaja berupaya mencarikan pendidikan yang tepat sebagai bekal masa dewasa. Namun dalam beberapa kondisi banyak remaja yang merasa memiliki relasi yang tidak baik dengan orangtua. Hal ini berdampak pada pemilihan teman pergaulan. Seperti kasus yang menimpa remaja berusia 16 tahun yang didampingi WCC, sebut saja nama Jingga (nama samaran). Bersahabat baik dengan dua sahabatnya (Vindi dan Vira). Jingga dikenalkan Vindi kepada teman dari kekasihnya (Ega) yang pada akhirnya emereka berpacaran. Tidak lama berpacaran, pasangan remaja ini membuat janji untuk bertemu hingga pada akhirnya terjadi hubungan seksual. Berbagai cara dilakukan untuk menggagalkan keinginan Ega, namun dengan kekuatan fisik yang tidak sekuat yang dimiliki laki-laki, Jingga tidak berdaya.

            Setelah mengetahui kejadian tersebut, spontan ibu Jingga marah. Hal ini semakin membuat Jingga merasa bersalah dan ingin meninggalkan rumah. Ibu Jingga berusaha keras untuk mencoba mencari perlindungan untuk anaknya. Hingga akhirnya Ibu Jingga membawa Jingga ke WCC. Dengan segera upaya yang dilakukan adalah konseling korban (Jingga) dengan mendengarkan dan mengamati pernyataan verbal maupun non verbalnya. Dengan mengetahui kronologi kejadian dan kondisi korban, tim pendampingan WCC Jombang (konselor) memberikan informasi dan penguatan secara psikologis bagi korban. Ibu korban menginginkan adanya proses hukum untuk penyelesaian masalah anaknya. Maka tim WCC melakukan pendampingan korban ke UPPA Polres Jombang untuk melakukan pelaporan dan BAP (Berita Acara Pidana). 

            Beberapa kali korban dan orangtua diminta keterangan oleh tim penyidik. Menjadi masa sulit bagi Jingga ketika sahabat-sahabatnya memberi keterangan yang seolah tidak memahami kondisi Jingga dalam kesaksian. Menyalahkan Jingga bahkan di sekolah mulai menjaga jarak dan tidak ada tegur sapa. Dan semakin menjadi sulit ketika kasus Jingga sampai terdengar oleh pihak sekolah. Beberapa guru memberi support kepada Jingga namun juga terdapat guru yang menyalahkan Jingga. 

            Ketika ada kesempatan bertemu antara tim pendampingan WCC (konselor) dengan korban (Jingga) maka konselor berusaha mengggali informasi dan mencoba memahami kondisi dan perasaan korban. Dengan informasi yang didapat, konselor berusaha memberikan dukungan/ penguatan agar berani dan bersikap asertif kepada guru serta teman-temannya. Konselor bersama dengan Ibu korban memahamkan bagaimana pengaruh teman bergaul, menguatkan agar korban tidak berfokus pada masalah, namun sekarang yang bisa dilakukan adalah tetap menyibukkan diri dengan hal-hal positif. 

            Sampai saat ini, proses hukum sedang berjalan. Banyak intervensi yang diberikan oleh tim penyidik kepada Jingga dan ibunya. Pertanyaan dan pernyataan yang tidak memihak kepada korban sering membuat kecewa Jingga dan Ibunya. Namun apapun itu, Ibu korban sangat siap dan lantang membela hak anaknya. Karena pelaku masih anak-anak (menurut UU PA nomor 23 tahun 2002) maka tim WCC memahamkan adanya restorative justice (pemberian hukuman 2/3 dari putusan pidana)untuk pelaku anak. 

            Dengan latar belakang relasi orangtua dan anak yang memang diakui kurang baik, hal ini juga menjadi introspeksi bagi orangtua dan anak untuk lebih menjaga pola komunikasi antara mereka. Kasus yang menimpa Jingga pada akhirnya menjadi pengalaman berharga bagi Jingga, keluarga dan bagi kita tim pendampingan WCC Jombang. Berharap tidak terjadi bagi remaja dan para orangtua yang lain.