Predikat
kota santri yang disandang oleh Kabupaten Jombang nyatanya tidak serta merta
membuat penduduk kota ini menyadari tentang bagiamana menghargai sesama.
Terlebih menghargai serta memanusiakan
manusia, khususnya perempuan. Hal ini dibuktikan dengan tingginya angka
kekerasan terhadap perempuan dari tahun ke tahun. Catatan WCC Jombang dalam
kurun waktu tahun 2015 hingga Oktober 2018, ada 250 perempuan yang ada di
Jombang mengalami kekerasan. Kekerasan terhadap perempuan ibarat gunung
es, dimana hanya puncaknya saja yang terlihat sementara dasar dari gunung yang
justru lebih besar tidak Nampak. Ini artinya masih banyak kasus-kasus kekerasan
terhadap perempuan yang masih belum terlaporkan dengan berbagai alasan.
Dari
250 kasus kekerasan terhadap perempuan
yang terjadi di Jombang ini didominasi oleh kekerasan seksual dengan
prosentase 61,6%. Kekerasan seksual ini terjadi pada anak-anak perempuan dari
usia PAUD sampai SLTA serta perempuan dewasa. Mirisnya lagi 12% jumlah pelaku
justru berada pada tempat yang seharusnya menjadi tempat aman bagi anak-anak
yaitu sekolah. Angka-angka ini semakin membuktikan bagaimana tidak amannya kota
ini dari tahun ke tahun-tahun bagi perempuan disegala lini.
Kekerasan
yang dialami oleh perempuan korban membawa berbagai dampak bagi kehidupan korban,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Membincang masalah dampak, tidak
hanya berhenti pada luka-luka, hamil, atau seperti yang sering kita temui
semata. Pasalnya dampak-dampak yang dialami oleh korban menyerang berbagai sisi
dari kehidupan korban. Baik secara fisik, psikis, seksual, social, maupun
ekonomi. Tidak jarang pula dampak yang dialami oleh korban juga harus
ditanggung oleh keluarga dari perempuan korban. Dimana kondisi ini justru akan
semakin memperburuk kesehatan psikis korban.
Temuan
WCC Jombang pada tahun 2017 berbagai dampak dialami oleh perempuan korban
kekerasan seksual. Diantaranya adalah dampak terhadap alat reproduksi atau
dampak seksual (67,74%). Hal ini tidak
hanya terjadi pada perempuan anak korban kekerasan seksual, namun juga pada
perempuan dewasa yang sudah menikah, . Dampak-dampak yang muncul adalah
kehamilan yang tidak diinginkan bagi perempuan yang masih berusia anak,
pernikahan paksa, resiko kematian dalam
melahirkan karena masih pada usia yang belum siap secara keseluruhan untuk
hamil. Tidak hanya itu akses untuk memperoleh kesehatan bagi perempuan anak
korban kekerasan seksual yang dirasa sulit. Dalam beberapa korban akan memilih
menggunakan jasa bidan delima dari pada bidan yang disediadakan oleh desa
karena proses admnistrasi yang dianggap sulit jika menggunakan fasilitas
pemerintah.
Dampak
berikutnya yang butuh proses dan waktu yang cukup panjang baik dalam pengamatan
maupun pemulihan adalah dampak Psikis. Dimana
dampak ini tidak bisa dilihat secara langsung, melainkan harus ada
pengamatan terlebih dahulu terkait, tingkah laku dan emosi yang dimunculkan
setelah perempuan mengalami kekerasan. WCC Jombang mencatat sebanyak 91,93%
perempuan korban kekerasan mengalami dampak psikis. Dalam hal ini temuan
dilapangan dampak psikis yang muncul diantaranya adalah insomnia, perasaan
bersalah dan menyalahkan diri sendiri, menjadi pribadi yang agresif secara
verbal, rendah diri, menutup diri, menjadi pribadi yang pemalu, penakut,
underestimate, motivasi diri yang rendah, serta menjadikan korban bergantung
pada orang-orang yang disekitar. Sementara
pada perempuan dewasa yang mengalami marital rape membuat mereka sangat
rendah diri.
Dampak
Sosial (48,38%), menjadi dampak selanjutnya dimana dampak ini adalah dampak
yang tidak hanya dialami oleh korban saja, melaikan juga keluarga korban.
Misalnya disalahkan oleh masyarakat, pelabelan negatif, digunjing, dikucilkan,
tidak diperbolehkan berbuhubungan dengan dunia luar oleh keluarga, terpisah
dari keluarga (dipanti), pindah paksa sekolah, atau bahkan beberapa diminta
untuk mengundurkan diri, bahkan keluarga harus pindah rumah manakala pelaku dan
korban berada dalam satu wilayah desa.
Fakta-fakta
diatas menjadi bukti yang sangat kuat bagaimana kondisi perempuan korban
kekerasan seksual yang ada di Jombang. Jika ditarik lebih luas lagi masih
banyak perempuan di negeri ini yang bernasib tidak jauh dengan perempuan korban
yang ada di Jombang. Catatan Tahunan Komnas Perempuan menunjukkan 2.979 perempuan
mengalami kekerasan seksual. Hal ini menjadi kekerasan tertinggi kedua yang
dialami oleh perempuan di ranah privat. Sementara itu pada ranah
publik/komunitas kekerasan seksual menjadi primadona kekerasan terhadap
perempuan (2.670).
Adanya
kondisi ini sudah sepatutnya membuat kita semua gelisah, membuat kita harus
segera bangun dan membawa perubahan bagi kondisi ini. Hadirnya Rancangan
Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUUPKS) setidaknya membawa aroma angin
segar bagi perempuan korban kekerasan seksual. Berbagai kebutuhan korban mulai
dari penanganan sampai pada pemulihan bagi korban dimana selama ini masih minim
untuk diakomodir, nah adanya UU ini menjadi salah satu solusi untuk menjawab kebutuhan
tersebut. Termasuk didalam salah satu pasal dalam UU ini menegaskan adanya ganti rugi yang harus diberikan oleh
pelaku pada korban serta masih banyak lagi hal-hal yang menyangkut kebutuhan
dan hak-hak korban yang ditegaskan dalam RUUPKS ini.
Pertanyaannya
adalah kapan RUUPKS ini menjadi aroma angin segar yang nyata bagi perempuan
korban kekerasan seksual??? Pasalnya
kita semua mengetahui bahwa tahun 2016 RUUPKS ini menjadi salah satu RUU yang
masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas. Namun faktanya
sampai detik ini RUUPKS ini masih menjadi RUU, belum menjadi UU yang
benar-benar melindungi dan mengakomodir kebutuhan perempuan korban kekerasan
seksual. Ini artinya negara kita masih belum mampu mewujudkan perlindungan bagi
semua masayarakat Indonesia, terutama perempuan. Ketika RUU ini tidak segera
disahkan maka secara tidak langsung negara dalam hal ini pemerintah ikut
melanggengkan kekerasan seksual.
Kita
hanya perlu ingat bahwa teman perempuan kita, saudara perempuan kita, adik perempuan
kita, ibu kita, istri kita atau bahkan kamu sendiri bisa menjadi korban dari
kekerasan seksual. Mari gerak bersama mendorong DPR RI segera mengesahkan
RUUPKS ini sebagai perwujudan bahwa negara memang hadir dan melindungi korban.
By
Novita Novelis