Vonis
8 Tahun Rohaniawan Pelaku Kekerasan Seksual
di Mojowarno ;
(Belum Berorientasi pada dampak korban )
Jombang, 7 Juni 2021
Masih segar
diingatan kasus perkosaan dengan modus penyembuhan melalui ritual do`a yang
dilakukan oleh seorang jemaat Persekutuan Do`a (PD) Efrata Mojowaro Jombang
yakni Hendra Prasetyo Nugroho (39) kepada
anak perempuan berusia
14 tahun. Pelaku memperkosa korban sejak korban berusia 12 tahun dan pertama
kali dilakukan pada 10 Agustus 2019 sampai dengan terakhir pada 6 Oktober 2021.
Pelaku
memanfaatkan keluguan dan ketidakberdayaan korban yang hanya ingin sembuh dari sakit yang dideritanya.
Sementara atas dasar ketaatan terhadap
pelaku yang notabanenya adalah tokoh agama,
orang tua korban tak pernah menaruh curiga. Sampai kemudian korban menyadari bahwa yang
dilakukan pelaku adalah memperkosanya, ia tidak kuat, merasa berdosa dan
bersalah, korban yang masih berusia
anak sempat melakukan percobaan bunuh diri dan terus menyalahkan diri sendiri.
Orang tua korban yang melihat perubahan sikap korban, merasa sedih dan pelan-pelan
meminta korban untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.
Mendengar
pengakuan korban, orang tua korban memutuskan untuk melaporkan pelaku ke Polres
Jombang pada 21 Oktober 2021. Pelaku ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat
dengan Pasal 81 Ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Anak. Satu bulan kemudian
pelaku berhasil ditangkap.
Dalam persidangan
pada 19 April 2022, atas perbuatan yang telah dilakukan pelaku/terdakwa maka
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan Tuntutan 13 tahun pidana penjara, denda Rp
100.000.000,- (seratus juta rupiah) subsidair 6 (enam) bulan. Setelah
persidangan dengan agenda pleidoi, Sidang pembacaan Putusan sempat ditunda
sebanyak dua kali oleh Hakim karena Majelis Hakim belum siap. Hingga pada 6
Juni 2022 Majelis Hakim menjatuhkan Putusan 8 tahun 8 bulan pidana penjara,
denda Rp 100.000.000,- (seratus juta) subsidair 4 bulan.
Jika
dikaji dari jumlah Putusan 8 Tahun yang dijatuhkan Hakim, tentu saja tak jauh berbeda dengan
Putusan Kasasi Mahkamah Agung yang diajukan Kejaksaan Negeri Jombang terhadap
Putusan Pengadilan Negeri Jombang Nomor Perkara 131/Pid.B/2021/PN.Jbg yang
sebelumnya pada tahap pembuktian oleh JPU terdakwa mendapat dituntut Pasal 293 (Pencabulan) dan oleh majelis hakim
terdakwa di Putusan Bebas dari jerat hukum (dianggap
kasus suka sama suka) namun pada Putusan Kasasi Mahkamah Agung memutuskan
terdakwa bersalah dan telah melanggar pasal 285 (Perkosaan).
Hal
ini menunjukan bahwasanya perspektif hakim dalam memeriksa perkara kekerasan
seksual sangat menentukan dalam proses pembuktian dipersidangan, dimana dalam
menjatuhkan suatu perkara anak berhadapan dengan hukum, sesungguhnya harus berorientasi
pada dampak yang ditimbulkan dari sebuah kejahatan. Dalam hal ini pelaku yang
juga Pimpinan Persekutuan Do`a jelas melakukan perbuatan memperdaya anak dengan
menggunakan dogma ajaran agama memanfaatkan keluguan anak agar percaya bahwa
“hubungan seksual” adalah sarana berdo`a kepada Tuhan agar korban sembuh dari
sakit yang dideritanya.
Selain merusak
harkat dan martabat anak, perilaku kekerasan seksual juga membawa dampak yang
akan terus ditanggung korban dan keluarga selama hidupnya. Walaupun sudah
terlindungi LPSK korban tak lepas dari intimidasi dan stigma sosial yang
menambah beban psikologi yang harus ia tanggung.
Putusan 8 Tahun 8
Bulan dari Tuntutan 13 Tahun adalah sebuah kemunduran dalam proses penegakan
hukum dan tentu saja mengabaikan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Terhadap Perempuan (The Convention
on The Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women/CEDAW) dan
Konvensi Hak-Hak Anak (United Nation
Convention on The Rights of The Child).
Melihat
fakta-fakta di atas, maka WCC Jombang mendesak:
1.
Mendesak Jaksa Penuntut
Umum Kejaksaan Negeri Jombang untuk melakukan upaya hukum Banding
2.
Mendorong Pemerintah
Kabupaten Jombang mendukung penuh
upaya perlindungan dan pemulihan psikologis korban serta mengawal proses
penegakan hukum dalam penyelesaian kasus-kasus kekerasan seksual
khususnya terhadap kasus ini
Cp
: Enha (0856 4552 7945)
Mundik (0857 3178-6100)