Aktivitas
seksual yang terjadi pada remaja, menempatkannya pada posisi yang rentan resiko
terhadap berbagai masalah kesehatan reproduksi. Sebagian remaja mengalami
kehamilan tidak diinginkan yang berujung aborsi, sebagian remaja sibuk mencari
jati diri karena mengalami alienasi berkepanjangan yang berujung pada pergaulan
bebas, free sex, PMS, HIV AIDS, dan korban kekerasan seksual serta persoalan
lain yang selalu menghantui kondisi remaja kita. penyebab dari beberapa hal ini
adalah kurangnya perhatian orang tua dan pengakuan akan adanya kompetensi yang
dimiliki remaja, tuntutan nikah muda, akses terhadap pendidikan dan pekerjaan,
ketidakadilan gender dan minimnya informasi mengenai kesehatan reproduksi. Remaja
seringkali tidak memiliki keterampilan menegosiasikan hubungan seksualnya,
minimnya akses informasi yang memadai dan akses terhadap pelayanan kesehatan
reproduksi yang terjangkau serta terjamin kerahasiaannya.
Dalam
PP no. 1 tahun 2014 menyebutkan bahwa Kesehatan Reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas
dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses
reproduksi.
Bagaimana
mengajarkan kesehatan reproduksi pada remaja?
Orang
tua di sekitar kita seringkali merasa tabu mengajarkan tentang kesehatan
reproduksi kepada anak-anaknya, ada beberapa prinsip yang bisa kita gunakan
yakni prinsip PRAISE yaitu Positive, Respect, Accurate, Information, Simple,
dan Empowerment, kata Hamilton seorang perawat kesehatan seksual dan reproduksi
seperti dikutip dari Sydney Morning Herald, saya kutip lagi dari
detik.com (26/11/2015).
Positif, menunjukkan reaksi positif atas pertanyaan anak yang berkaitan
dengan kesehatan reproduksi, respect alias hormati apa yang dikatakan anak dan
ajarkan pada remaja bahwa pada
prinsipnya, membicarakan masalah kesehatan seksual semata-mata karena kita
menghargai dan menghormati orientasi seksual, praktik seksual, dan gaya hidup
masing-masing orang. Akurat, memberikan informasi yang akurat misalnya
tentang penis dan vagina, bukan burung atau yang lainnya. Informasi,
mencari informasi bersama-sama dengan anak melalui media yang biasa mereka
gunakan, sekaligus menginformasikan mana dari media itu yang boleh dan tidak
boleh diakses oleh anak, sehingga muncul keterbukaan komunikasi antara anak dan
orang tua. Simple/sederhana, menyampaikan persoalan kesehatan reproduksi
dengan bahasa yang sesederhana mungkin yang bisa dipahami remaja seusianya
kemudian yang terakhir empowerment, dari sini kita kemudian
memberikanpengetahuan tentang pentingnya kesehatan reproduksi remaja, cara
merawat, dan dampak yang muncul jika tidak menjaga kesehatan reproduksi dengan
baik dan benar sekaligus menanamkan pemahaman bahwa anak kita, remaja adalah
manusia yang paling berharga buat kita, jika mereka menjaga kesehatan
reproduksinya itu sama dengan membahagiakan kita. Semoga Bermanfaat.