Wednesday, September 28, 2016

SOCIAL SUPPORT


Pelecehan seksual adalah salah satu dari bentuk kekerasan yang sering dialami oleh anak. Dalam hal ini sebagian besar yang menjadi korban adalah anak-anak remaja perempuan. Ironisnya sebagian besar yang menjadi pelaku adalah orang-orang terdekat korban. Diantaranya, pacar, anggota keluarga, ataupun guru.
 Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, adanya ancaman, adanya bujuk rayu, sampai pada adanya pemberian imbalan menjadi factor eksternal terjadinya pelecehan seksual. Sementara itu factor internal adalah pada ranah keluarga, dimana keluarga yang seharusnya menjadi tempat teraman bagi anak, justru pada beberapa keluarga komunikasi antara anak dan orangtua dirasa kurang. Kurangnya rasa kepercayaan antara satu sama lain dalam anggota keluarga atau dengan kata lain minimnya keharmonisan yang dimiliki dalam suatu keluarga. Hal ini menyebabkan seorang anak, terlebih remaja akan mencari tempat perlindungan diluar keluarganya, yang dirasa bisa menjadi pemuas kebutuhan akan kasih sayang bagi mereka.
Berharap mendapat  kasih sayang, tempat aman untuk berbagi cerita, tidak sedikit mereka justru mendapat kekerasan. Salahsatunya adalah perlakuan pelecehan seksual yang tidak hanya berdampak pada fisik saja, tetapi juga adanya dampak psikis. Dalam hal ini dampak psikis yang sering muncul pada korban adalah menyalahkan diri, merasa tidak berdaya, malu, cemas, menutup diri, insomnia, fobia, depresi, trauma, psikosomatis.
Tidak berhenti pada dampak fisik dan psikis, namun juga adanya dampak sosial yang harus ditanggung oleh korban dan keluarga.  Disalahkan oleh masyarakat, digunjing, dikucilkan, diminta mengundurkan diri dari sekolah menjadi hal yang harus ditanggung oleh korban. Tidak hanya itu bahkan kurangnya mendapat kebebasan berbuhubungan dengan dunia luar setelah mendapat perlakuan pelecehan seksual.
Minimnya social support dari berbagai pihak membuat anak yang menjadi korban kekerasan seksual seolah-olah sudah tidak memiliki ruang bagi diri mereka sendiri. Semua bergantung pihak-pihak yang berhubungan tanpa mau mengetahui apa yang dirasa, dan menjadi kebutuhan korban.
Mengacu pada Teori Hierarky Maslow (Hierarky Of Maslow) menyatakan bahwa variasi kebutuhan manusia dipandang tersusun dalam bentuk hirarki atau berjenjang. Setiap jenjang kebutuhan dapat dipenuhi hanya jika jenjang sebelumnya telah (relatif) terpuaskan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah :
1.           Kebutuhan yang bersifat fisiologis (lahiriyah). Manifestasi kebutuhan ini terlihat dalam tiga hal pokok, sandang, pangan dan papan. Bagi karyawan, kebutuhan akan gaji, uang lembur, perangsang, hadiah-hadiah dan fasilitas lainnya seperti rumah, kendaraan dll. Menjadi motif dasar dari seseorang mau bekerja, menjadi efektif dan dapat memberikan produktivitas yang tinggi bagi organisasi.
2.            Kebutuhan keamanan dan ke-selamatan kerja (Safety Needs) Kebutuhan ini mengarah kepada rasa keamanan, ketentraman dan jaminan seseorang dalam kedudukannya, jabatan-nya, wewenangnya dan tanggung jawabnya sebagai karyawan. Dia dapat bekerja dengan antusias dan penuh produktivitas bila dirasakan adanya jaminan formal atas kedudukan dan wewenangnya.
3.            Kebutuhan sosial (Social Needs). Kebutuhan akan kasih sayang dan bersahabat (kerjasama) dalam kelompok kerja atau antar kelompok. Kebutuhan akan diikutsertakan, mening-katkan relasi dengan pihak-pihak yang diperlukan dan tumbuhnya rasa kebersamaan termasuk adanya sense of belonging dalam organisasi.
4.            Kebutuhan akan prestasi atau harga diri (Esteem Needs). Kebutuhan akan kedudukan dan promosi dibidang kepegawaian. Kebutuhan akan simbul-simbul dalam statusnya se¬seorang serta prestise yang ditampilkannya.
5.           Kebutuhan mempertinggi kapisitas kerja (Self actualization). Setiap orang ingin mengembangkan kapasitas kerjanya dengan baik. Hal ini merupakan kebutuhan untuk mewujudkan segala kemampuan (kebolehannya) dan seringkali nampak pada hal-hal yang sesuai untuk mencapai citra dan cita diri seseorang.
   Dalam situasi diatas salah satu kebutuhan korban adalah motivasi harga diri (self esteem). Ada dua jenis harga diri : 1. Menghargai diri sendiri (self respect) : kebutuhan kekuatan, penguasaan, kompetensi, prestasi, kepercayaan diri, kemandirian, dan kebebasan. 2. Mendapat penghargaan dari orang lain (respect from other) : kebutuhan prestise, penghargaan dari orang lain, dan status. Dalam hal ini, kita sebagai bagian dari masyarakat bisa ikut dalam berkontribusi bagi mereka. Khususnya pada point dua yaitu adanya perhargaan dari orang lain. Kita bisa ikut terlibat dalam memberikan penghargaan, misalnya dengan cara tetap mau menajadi teman, bukan justru menjauhi. Menjadi tempat yang bisa menjadi sumber informasi bagi mereka, atau bahkan menjadi pendamping (paralegal) atau apapun sesuai kapasitas kita. Hal ini diharapkan berdampak pada peningkatan rasa percaya diri korban. At least, sekecil apapun dukungan kita bagi mereka sangatlah membantu, berapun prosentasenya. (Novita Sari)