Pelecehan seksual adalah salah satu dari bentuk kekerasan
yang sering dialami oleh anak. Dalam hal ini sebagian besar yang menjadi korban
adalah anak-anak remaja perempuan. Ironisnya sebagian besar yang menjadi pelaku
adalah orang-orang terdekat korban. Diantaranya, pacar, anggota keluarga,
ataupun guru.
Kurangnya pengetahuan
tentang kesehatan reproduksi, adanya ancaman, adanya bujuk rayu, sampai pada
adanya pemberian imbalan menjadi factor eksternal terjadinya pelecehan seksual.
Sementara itu factor internal adalah pada ranah keluarga, dimana keluarga yang
seharusnya menjadi tempat teraman bagi anak, justru pada beberapa keluarga
komunikasi antara anak dan orangtua dirasa kurang. Kurangnya rasa kepercayaan
antara satu sama lain dalam anggota keluarga atau dengan kata lain minimnya
keharmonisan yang dimiliki dalam suatu keluarga. Hal ini menyebabkan seorang
anak, terlebih remaja akan mencari tempat perlindungan diluar keluarganya, yang
dirasa bisa menjadi pemuas kebutuhan akan kasih sayang bagi mereka.
Berharap mendapat kasih sayang, tempat aman untuk berbagi
cerita, tidak sedikit mereka justru mendapat kekerasan. Salahsatunya adalah
perlakuan pelecehan seksual yang tidak hanya berdampak pada fisik saja, tetapi
juga adanya dampak psikis. Dalam hal ini dampak psikis yang sering muncul pada
korban adalah menyalahkan diri, merasa tidak berdaya, malu, cemas, menutup
diri, insomnia, fobia, depresi, trauma, psikosomatis.
Tidak berhenti pada dampak fisik dan
psikis, namun juga adanya dampak sosial yang harus ditanggung oleh korban dan
keluarga. Disalahkan oleh masyarakat, digunjing,
dikucilkan, diminta mengundurkan diri dari sekolah menjadi hal yang harus
ditanggung oleh korban. Tidak hanya itu bahkan kurangnya mendapat kebebasan
berbuhubungan dengan dunia luar setelah mendapat perlakuan pelecehan seksual.
Minimnya social
support dari berbagai pihak membuat anak yang menjadi korban kekerasan
seksual seolah-olah sudah tidak memiliki ruang bagi diri mereka sendiri. Semua
bergantung pihak-pihak yang berhubungan tanpa mau mengetahui apa yang dirasa,
dan menjadi kebutuhan korban.
Mengacu pada
Teori Hierarky Maslow (Hierarky Of Maslow) menyatakan bahwa variasi
kebutuhan manusia dipandang tersusun dalam bentuk hirarki atau berjenjang.
Setiap jenjang kebutuhan dapat dipenuhi hanya jika jenjang sebelumnya telah
(relatif) terpuaskan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah :
1.
Kebutuhan yang bersifat fisiologis (lahiriyah).
Manifestasi kebutuhan ini terlihat dalam tiga hal pokok, sandang, pangan dan
papan. Bagi karyawan, kebutuhan akan gaji, uang lembur, perangsang,
hadiah-hadiah dan fasilitas lainnya seperti rumah, kendaraan dll. Menjadi motif
dasar dari seseorang mau bekerja, menjadi efektif dan dapat memberikan
produktivitas yang tinggi bagi organisasi.
2.
Kebutuhan keamanan dan ke-selamatan kerja
(Safety Needs) Kebutuhan ini mengarah kepada rasa keamanan, ketentraman dan
jaminan seseorang dalam kedudukannya, jabatan-nya, wewenangnya dan tanggung
jawabnya sebagai karyawan. Dia dapat bekerja dengan antusias dan penuh
produktivitas bila dirasakan adanya jaminan formal atas kedudukan dan
wewenangnya.
3.
Kebutuhan sosial (Social Needs). Kebutuhan
akan kasih sayang dan bersahabat (kerjasama) dalam kelompok kerja atau antar
kelompok. Kebutuhan akan diikutsertakan, mening-katkan relasi dengan
pihak-pihak yang diperlukan dan tumbuhnya rasa kebersamaan termasuk adanya
sense of belonging dalam organisasi.
4.
Kebutuhan akan prestasi atau harga diri (Esteem
Needs). Kebutuhan akan kedudukan dan promosi dibidang kepegawaian.
Kebutuhan akan simbul-simbul dalam statusnya se¬seorang serta prestise
yang ditampilkannya.
5.
Kebutuhan mempertinggi kapisitas kerja (Self
actualization). Setiap orang ingin mengembangkan kapasitas kerjanya dengan
baik. Hal ini merupakan kebutuhan untuk mewujudkan segala kemampuan
(kebolehannya) dan seringkali nampak pada hal-hal yang sesuai untuk mencapai
citra dan cita diri seseorang.
Dalam
situasi diatas salah satu kebutuhan korban adalah motivasi harga diri (self
esteem). Ada dua jenis harga diri : 1. Menghargai diri sendiri (self
respect) : kebutuhan kekuatan, penguasaan, kompetensi, prestasi,
kepercayaan diri, kemandirian, dan kebebasan. 2. Mendapat penghargaan dari
orang lain (respect from other) : kebutuhan prestise, penghargaan dari
orang lain, dan status. Dalam hal ini, kita sebagai bagian dari masyarakat bisa
ikut dalam berkontribusi bagi mereka. Khususnya pada point dua yaitu adanya
perhargaan dari orang lain. Kita bisa ikut terlibat dalam memberikan
penghargaan, misalnya dengan cara tetap mau menajadi teman, bukan justru
menjauhi. Menjadi tempat yang bisa menjadi sumber informasi bagi mereka, atau
bahkan menjadi pendamping (paralegal) atau apapun sesuai kapasitas kita. Hal
ini diharapkan berdampak pada peningkatan rasa percaya diri korban. At least,
sekecil apapun dukungan kita bagi mereka sangatlah membantu, berapun
prosentasenya. (Novita Sari)