Monday, December 9, 2024

Aborsi Aman bagi Korban Kekerasan Seksual, Menghapus Diskriminasi dalam Layanan Reproduksi

 Aborsi aman adalah hak kesehatan reproduksi yang seharusnya diakses oleh semua perempuan tanpa diskriminasi. Namun, realitas di Indonesia menunjukkan bahwa meskipun regulasi telah diatur, implementasinya masih menghadapi tantangan serius. Salah satu kemajuan terbaru adalah diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024, yang memperjelas prosedur aborsi aman bagi perempuan yang mengalami kedaruratan medis dan korban kekerasan seksual. Namun, hambatan birokrasi dan kurangnya fasilitas kesehatan yang menunjang, menjadi penghalang utama bagi perempuan untuk mendapatkan layanan ini.

Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 dan PP No. 61 Tahun 2014 sebelumnya telah memberikan dasar hukum untuk aborsi aman. Namun, penegakan regulasi tersebut tidak berjalan optimal. Misalnya, tidak adanya fasilitas kesehatan yang ditunjuk secara resmi oleh pemerintah sebagai penyedia layanan aborsi aman. Hal ini menimbulkan kesenjangan akses, khususnya bagi perempuan yang tinggal di daerah terpencil atau dengan status sosial-ekonomi rendah.

Ketidakadilan ini semakin terlihat dalam kasus korban kekerasan seksual. Sebuah laporan dari ICJR menunjukkan bahwa banyak korban perkosaan, bahkan anak-anak, kesulitan mendapatkan izin aborsi, meskipun usia kehamilan mereka masih dalam batas yang diizinkan. Contoh nyata adalah penolakan permohonan aborsi bagi anak korban perkosaan di Jombang pada tahun 2021, meski usia kehamilan masih sangat dini yakni 4 minggu. Situasi ini memperlihatkan kurangnya empati dan dukungan institusi bagi korban kekerasan seksual.

Aborsi aman juga sering dihalangi oleh syarat administrasi yang kompleks, seperti keharusan surat keterangan dari penyidik kepolisian atau rekomendasi tim medis. Padahal, akses yang mudah dan cepat sangat penting, terutama bagi perempuan dengan kondisi medis darurat atau korban kekerasan seksual yang masih trauma.

Selain hambatan hukum dan birokrasi, stigma sosial juga menjadi penghalang besar. Perempuan yang menjalani aborsi sering kali menghadapi pengucilan sosial atau bahkan kriminalisasi. Oleh karena itu, edukasi masyarakat mengenai pentingnya layanan aborsi aman harus terus digalakkan untuk menghapus stigma tersebut.

Pemerintah perlu meningkatkan komitmennya, tidak hanya dengan mengeluarkan regulasi tetapi juga memastikan implementasinya di lapangan. Penetapan fasilitas kesehatan untuk aborsi aman, pelatihan tenaga medis, dan penyederhanaan prosedur adalah langkah konkret yang mendesak. Tanpa itu, hak perempuan atas kesehatan reproduksi akan terus terpinggirkan.

Menghapus diskriminasi dalam layanan aborsi aman bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat. Dukungan terhadap perempuan untuk menentukan pilihan atas tubuhnya adalah bagian dari penghormatan terhadap hak asasi manusia. Dengan langkah kolektif ini, kita dapat mewujudkan akses yang setara bagi semua perempuan di Indonesia.

 

 

Referensi https://tirto.id/ketentuan-aborsi-di-pp-kesehatan-2024-terbaru-syaratnya-g2h3

https://cenderawasihpos.jawapos.com/nasional/05/08/2024/icjr-ingatkan-pemerintah-soal-legalisasi-aborsi-untuk-korban-rudapaksa/