Kegiatan
Coaching Clinic ini menjadi ruang belajar bersama yang sangat berharga, khususnya
dalam memperdalam pemahaman tentang tindak pidana korupsi (Tipikor) dan
relevansinya dengan isu perempuan serta kebijakan publik yang dipantik oleh
Bapak Athoillah selaku Hakim Tipikor Surabaya.
Diskusi
dibuka dengan penguatan dasar hukum Tipikor, mulai dari UU No. 31 Tahun 1999
jo. UU No. 20 Tahun 2001. Peserta diajak memahami jenis tindak pidana korupsi
yang paling sering terjadi, khususnya penyalahgunaan wewenang. Menariknya,
narasumber menekankan bahwa penyalahgunaan kewenangan seringkali dimaknai
berbeda: ada yang melihatnya sebagai pelanggaran hukum murni, sementara ada
pula yang mencoba membenarkannya dengan alasan di luar kendali pejabat.
Refleksi
penting muncul saat narasumber mengaitkan isu Tipikor dengan kasus kekerasan
seksual. Sama seperti korban kekerasan seksual yang kerap disalahkan atas
pakaiannya, masyarakat sering membebankan kesalahan hanya pada pihak penerima
suap, sementara logika sebenarnya menunjukkan bahwa pemberi suap justru patut
dihukum lebih berat. Analogi ini membuka kesadaran bahwa hukum tidak boleh
digunakan untuk melanggengkan ketidakadilan.
Kegiatan
ini juga menyinggung bagaimana Jawa Timur menjadi salah satu provinsi dengan
kasus korupsi terbanyak, terutama di tingkat desa. Fakta ini mengingatkan kita
bahwa korupsi bukan hanya persoalan elit, melainkan menyentuh langsung
kehidupan masyarakat, termasuk perempuan dan kelompok miskin yang paling
terdampak. Korupsi di sektor perbankan, khususnya pada program Kredit Usaha
Rakyat (KUR), memperlihatkan bagaimana perempuan kerap menjadi pihak yang
paling rentan dimanipulasi.
Dari
diskusi ini, peserta memperoleh wawasan bahwa korupsi tidak hanya menimbulkan
kerugian negara, tetapi juga merusak prinsip usaha bersama yang menjadi fondasi
ekonomi Indonesia. Selain hukuman penjara dan denda, Tipikor juga mengenal
sanksi tambahan berupa uang pengganti, pencabutan hak politik, hingga pidana
terhadap korporasi. Namun, tantangan besar masih ada pada lemahnya eksekusi
putusan, yang kerap membuat publik kehilangan kepercayaan pada sistem hukum.
Korupsi
sudah menjadi persoalan serius di Indonesia. Secara sederhana, korupsi adalah
penyalahgunaan kekuasaan, jabatan, atau wewenang untuk keuntungan pribadi
maupun kelompok, yang merugikan kepentingan umum. Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU
Tipikor) mengatur bentuk-bentuk korupsi dan sanksinya, terutama dalam Pasal 2
yang menjerat perbuatan memperkaya diri secara melawan hukum, serta Pasal 3
tentang penyalahgunaan wewenang.
Namun,
korupsi bukan sekadar soal hukum atau hilangnya uang negara, melainkan soal
hak-hak masyarakat yang dirampas. Akibat dana pendidikan dan kesehatan yang
bocor, anak-anak dari keluarga miskin, terutama Perempuan yang sering
kehilangan kesempatan sekolah atau layanan kesehatan. Perempuan pun menjadi
pihak yang paling berat menanggung dampak, karena merekalah yang harus
memastikan keluarga tetap makan, sehat, dan bisa bertahan hidup.
Data
BPS (2023) menunjukkan Jawa Timur menempati posisi tertinggi kasus korupsi di
Indonesia, sekaligus sebagai provinsi dengan jumlah penduduk miskin yang besar.
Ini memperlihatkan betapa erat kaitannya korupsi dengan kemiskinan struktural.
Karena
itu, pemberantasan korupsi tidak boleh hanya berhenti pada menghukum pelaku.
Lebih penting adalah memastikan kebijakan publik benar-benar bebas dari praktik
korupsi dengan membuka ruang partisipasi masyarakat, khususnya perempuan, dalam
mengawasi jalannya program pemerintah. Melawan korupsi berarti melawan
kemiskinan, semakin bersih pemerintah, semakin besar peluang rakyat untuk hidup
adil dan sejahtera.
Pada
akhirnya, refleksi utama dari kegiatan ini adalah bahwa melawan korupsi tidak
bisa berhenti pada penegakan hukum semata. Perlu keberanian untuk memastikan
hukum berpihak pada rakyat, khususnya kelompok rentan, agar kekuasaan tidak
lagi menjadi alat penindasan. Suara advokasi harus terus lantang, mengingat
korupsi selalu membawa dampak langsung pada kehidupan sehari-hari masyarakat. (Ana/Nina/Tifa)

0 comments:
Post a Comment